
Saya ingat pertama kali mencoba Gandjel Rel, roti khas Semarang. Teksturnya keras, penuh rempah, dan butuh waktu untuk menikmatinya. Sama seperti running a blog, tidak instan, butuh kesabaran, tapi semakin lama dijalani, semakin terasa nikmatnya.
Ketika Dunia Menutup Pintu, Weblog Membuka Jalan
Tahun 2015, saya mengalami titik terendah dalam hidup. Hari itu saya masih bekerja seperti biasa, sampai sebuah amplop putih tergeletak di meja saya. PHK. Dunia seakan runtuh dalam hitungan detik.
Pulang dengan kepala penuh pertanyaan, laptop computer tua di meja seakan menatap balik, seolah menantang saya untuk mencari solusi. “Bagaimana saya bisa membayar tagihan bulan depan?”
Tabungan menipis, barang kesayangan terpaksa dijual. Dunia terasa runtuh lalu saya menatap laptop computer tua, bertanya: “Masih adakah yang bisa saya lakukan?”
Saat saya menulis tentang ketakutan dan harapan di weblog, saya tidak mengira tulisan itu bisa berarti bagi orang lain. Sampai akhirnya, sebuah komentar masuk: “Tulisan ini membuat saya merasa tidak sendirian.” Itulah titik balik yang menyadarkan saya bahwa running a blog lebih dari sekadar hobi. Saya membacanya berulang kali. Saat itu, saya sadar weblog ini bukan hanya milik saya. Ia bisa menjadi tempat bagi orang lain untuk menemukan harapan.
Nyaris Menyerah, Lalu Datang Keajaiban
Awalnya saya coba freelance, tapi job terlalu sedikit. Saya hampir menyerah. Sampai suatu hari, saya melihat lomba weblog dari ASUS. Tema lombanya adalah tentang produktivitas dan teknologi.
Ragu, tapi saya menulis dan mengirimkan artikel. Saat tombol ‘Submit’ saya tekan, saya hanya bisa berharap. Saat itulah, laptop computer saya tiba-tiba berkedip lalu mati. Panik, saya mencoba menyalakan ulang. Tidak ada respon. Saya buru-buru membuka e-mail di HP, mencari kepastian, apakah artikel saya benar-benar terkirim?

Saya menahan napas ketika melihat notifikasi masuk:
“Submission acquired efficiently.”
Saya lega. Tetapi sekaligus cemas. Beberapa minggu kemudian, datang e-mail dengan subjek:
“Pengumuman Pemenang Lomba Weblog ASUS”
Saya menang. Tapi lebih dari itu, saya sadar kalau tulisan saya punya dampak. Menang lomba bukan hanya tentang hadiah, tapi juga membuka mata saya bahwa weblog bisa menjadi lebih dari sekadar hobi. Sejak itu, saya mulai membangun private branding sebagai blogger yang bisa dipercaya.
Pelajaran Terbesar dari 10 Tahun Running a blog
Di awal perjalanan running a blog, saya hanya menulis tanpa strategi hanya sekadar menuangkan pikiran dan berbagi pengalaman. Saya tidak pernah memikirkan search engine marketing, tampilan weblog, atau engagement. Saya pikir, jika tulisan saya bagus, orang akan datang dengan sendirinya.
Namun, realitanya tidak sesederhana itu. Suatu hari, saya mencoba mengajukan proposal kerjasama dengan sebuah model. Saya berharap mendapat kesempatan, tetapi balasannya membuat saya merenung:
“Terima kasih sudah menghubungi kami. Namun, setelah kami melihat weblog Anda, kami merasa belum cocok untuk bekerja sama karena engagement masih rendah dan tampilan weblog kurang profesional.”
Saya sempat kecewa, tetapi justru dari sini saya belajar bahwa weblog bukan hanya tentang menulis, tetapi juga tentang bagaimana menarik dan mempertahankan pembaca. Saya mulai memperbaiki tampilan weblog, mendalami search engine marketing, dan mempelajari strategi digital advertising.
Setiap blogger pasti akan melewati siklus running a blog.

search engine marketing terdengar rumit. Saya coba berkali-kali, tapi weblog saya tetap tenggelam. Saya mulai bertanya-tanya, apa yang salah? Sampai akhirnya, saya memutuskan bereksperimen dengan satu artikel. Saya meneliti kata kunci dengan Ahrefs, menyusun judul yang menarik, dan menambahkan inner hyperlink ke artikel lain. Hasilnya? Artikel itu perlahan naik di mesin pencari, hingga akhirnya berada di halaman pertama. Lalu, sebuah e-mail datang. Sebuah model besar ingin bekerja sama karena menemukan tulisan saya melalui pencarian Google. Mereka tidak mencari konten viral yang cepat berlalu, tetapi artikel yang memiliki kedalaman.
Saat itulah saya sadar, search engine marketing bukan hanya tentang teknik, tetapi tentang memahami bagaimana pembaca mencari informasi. Running a blog telah berkembang, tapi esensinya tetap sama yaitu menciptakan sesuatu yang berarti dan bisa bertahan di tengah perubahan zaman.
Di saat yang sama, saya melihat tren mulai berubah. Media sosial berkembang pesat, dan banyak blogger lain mulai berhenti menulis. Ada yang beralih ke Instagram, YouTube, atau TikTok karena lebih cepat mendapatkan perhatian. Saya sempat bertanya-tanya, “Apakah running a blog masih punya masa depan?”
Menulis, Beradaptasi, dan Bertahan

Dunia digital berubah cepat. Dulu, weblog adalah jurnal pribadi. Sekarang, persaingan lebih ketat. Banyak blogger beralih ke media sosial yang lebih instan.
Saya melihat banyak blogger menyerah ketika media sosial mengambil alih. Saya pun sempat bertanya-tanya, apakah weblog masih relevan? Jika dulu weblog hanya tentang menulis, kini ia harus menjadi ekosistem konten yang bisa terhubung dengan berbagai platform.
Walaupun saya sempat kehilangan arah karena mencoba terlalu banyak strategi. Dari situ, saya belajar kalau perubahan itu pasti, tapi yang terpenting adalah tetap relevan tanpa kehilangan jati diri.
Beradaptasi di Period yang Berubah
Running a blog di period 2000-an sangat berbeda dengan sekarang. Ketika saya mulai menulis weblog, dunia masih menyukai artikel panjang. Orang-orang rela membaca cerita dari awal hingga akhir. Namun, seiring waktu, pola konsumsi informasi berubah.

Instagram datang, disusul YouTube, lalu TikTok. Orang mulai mengkonsumsi konten dalam format yang lebih cepat, lebih visual. Perlahan, blog tidak lagi menjadi tempat utama mencari informasi. Saya melihat banyak blogger lain menyerah, merasa blog mereka tidak lagi relevan. Bahkan, saya sempat merasa takut. Apakah blogging akan benar-benar mati?


Satu sore, saya mencoba sesuatu yang baru dengan melakukan kolaborasi live Tiktok bersama Danan, teman blogger dari Batam. Kami mengobrol panjang mengenai perubahan dan adaptasi blogger di era yang berubah. Ternyata kami juga memiliki kekhawatiran dan kerinduan terhadap hal yang sama. Kerinduan akan kegiatan blogger yang seru dan positif sehingga membuat blogger diajarkan bagaimana etika menulis dan membuat konten. Serta kekhawatiran ketika blogger tidak bisa beradaptasi dengan konten yang semakin dinamis.

Saya mulai mencari strategi agar tetap relevan tanpa kehilangan arah. Mulai menambahkan infografis ke dalam artikel, menyisipkan gambar yang lebih menarik, serta menggunakan storytelling video pendek untuk menarik audiens yang lebih visual. Saya juga semakin mendalami SEO dan tren digital agar blog saya tetap ditemukan oleh pembaca yang tepat.

Hasilnya? Artikel saya naik ke halaman pertama Google. Saat pertama kali blog saya muncul di halaman pertama Google, saya tak bisa berhenti tersenyum. Saya membaca ulang artikel itu berkali-kali, tak percaya tulisan saya bisa ditemukan orang lain.
Blogging Bukan Sekedar Hobi

Dulu, saya menulis hanya karena suka. Tapi semakin lama saya menekuni blogging, saya menyadari bahwa ini bisa menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar hobi. Saya mulai belajar tentang monetisasi blog. Belajar editing video untuk bisa beradaptasi dengan era saat ini, mencoba membuat konten yang lebih dinamis. Saya belajar membuat infografis, agar informasi yang saya tulis bisa lebih mudah dipahami. Saya bahkan mulai mengajar online, berbagi pengalaman saya tentang blogging dengan komunitas yang ingin belajar.

Selain itu saya mempelajari affiliate marketing, mulai menjual kursus online, serta mencari peluang menjadi pembicara di berbagai event. Namun, menjalankan blog secara profesional tidak selalu mudah. Ada saat saya merasa lelah, kehilangan motivasi, atau menghadapi tantangan teknis. Tapi saya kembali mengingat alasan saya memulai karena saya ingin berbagi cerita, ingin menciptakan sesuatu yang berarti.
Laptop Lama yang Kian Melelahkan

Selama lebih dari satu dekade, perjalanan ngeblog saya bukan hanya tentang menulis, tetapi juga tentang bagaimana saya bisa terus berkembang dan beradaptasi dengan perubahan zaman. Dari sekadar mencatat pengalaman pribadi, saya mulai memahami bahwa blogging juga membutuhkan strategi, kreativitas, dan tentu saja, dukungan teknologi yang tepat. Namun, di awal perjalanan ini, saya menghadapi banyak tantangan, terutama dari sisi perangkat kerja.
Saya masih ingat masa-masa awal ngeblog di tahun 2015 dengan laptop lama yang sering mati sendiri. Layarnya sering mati tiba-tiba, baterainya hanya bertahan satu jam, dan performanya begitu lambat hingga membuka beberapa tab di browser pun bisa menjadi ujian kesabaran. Suatu hari, saya sedang menulis artikel penting untuk klien di sebuah kafe. Draft sudah 80% selesai. Tiba-tiba, layar laptop saya mati mendadak. Saya mencoba menyalakan ulang, tetapi layar tetap gelap.
Saya terpaku. Panik. Draft artikel yang belum sempat saya simpan hilang begitu saja. Saat itu, saya sadar bahwa perangkat yang saya gunakan bukan sekadar alat, tetapi juga bisa menjadi faktor penentu produktivitas saya.

Seiring waktu, saya mulai mencari solusi. Saya butuh perangkat yang ringan, bertenaga, dan bisa mendukung mobilitas saya sebagai blogger. Setelah banyak pertimbangan, saya akhirnya memilih ASUS Zenbook Flip 13, dan sejak itu, cara saya bekerja berubah total. Jika sebelumnya saya harus selalu mencari colokan listrik karena baterai laptop saya cepat habis, kini saya bisa menulis lebih lama tanpa khawatir kehabisan daya. Dengan daya tahan baterai hingga 14 jam, saya bisa bekerja dari mana saja seperti di kafe, bandara, perjalanan darat, bahkan saat menghadiri event sekalipun.
Namun, seiring berjalannya waktu, Zenbook Flip 13 yang telah menemani saya selama lebih dari 5 tahun mulai menunjukkan tanda-tanda usang. Meskipun masih bisa diandalkan, performanya sudah tidak secepat dulu, terutama saat saya mulai semakin serius dalam produksi konten multimedia dan melakukan multitasking berat.
Upgrade yang Mengubah Cara Saya Berkarya
Dalam dunia blogging, menulis hanyalah sebagian kecil dari proses. Ada riset yang harus dilakukan, gambar yang perlu diedit, dan video yang harus dirender. Saya sudah bertahun-tahun mengandalkan ASUS Zenbook Flip 13, yang menemani saya dalam perjalanan ini. Namun, seiring tuntutan konten yang semakin kompleks, saya mulai merasakan keterbatasannya.
Layar laptop yang tiba-tiba berkedip saat mengetik, beberapa paragraf hilang tanpa sempat tersimpan, baterai yang dulu awet kini cepat habis. Yang paling menghambat adalah ketika saya mulai serius mengedit video. Proses rendering yang seharusnya hanya beberapa menit berubah menjadi pekerjaan berjam-jam.


Saya butuh perangkat yang bisa mengikuti ritme kerja saya yang semakin dinamis. Setelah mencari solusi, saya menemukan ASUS Zenbook Duo (UX8406). Ini bukan sekadar upgrade melainkan revolusi dalam cara saya bekerja.
Bayangkan menulis sambil melakukan riset di layar yang berbeda, tanpa harus terus berpindah jendela. Dengan dua layar OLED 3K 120Hz, saya bisa membuka banyak tab sekaligus tanpa merasa sesak. Ini seperti memiliki dua meja kerja dalam satu perangkat menjadi lebih luas, lebih efisien.
Daya tahannya juga membuat saya lebih fleksibel. Baterai yang lebih tahan lama memungkinkan saya bekerja dari mana saja tanpa harus selalu mencari colokan. Prosesor Intel Core Ultra dan RAM 32GB LPDDR5X memastikan setiap tugas berjalan mulus, dari riset hingga editing video. Dulu saya harus menutup banyak tab agar laptop tidak nge-lag. Sekarang, saya bisa membuka semua tab riset dan menulis tanpa hambatan, membuat workflow saya jauh lebih efisien.
Hal kecil yang sering terlewat, tapi membuat perbedaan besar, adalah ASUS Pen 2.0. Saya bisa langsung mencatat ide di layar, menggambar sketsa konten, atau bahkan mengedit foto dengan lebih presisi. Ditambah dengan WiFi 6E, koneksi saya lebih stabil untuk mengunggah konten atau mengelola blog secara real-time.

Lebih dari sekadar perangkat kerja, Zenbook Duo saya yakin dapat membantu saya menikmati proses kreatif tanpa hambatan teknis. Kini, saya bisa menulis tanpa harus khawatir laptop tiba-tiba mati atau kehilangan draft. Rasanya seperti mendapatkan ruang kerja yang lebih luas dalam satu perangkat.
Komunitas Blogger dan Dukungan ASUS
Di titik ini, setelah lebih dari satu dekade di dunia blogging, saya menyadari satu hal yaitu blogging bukan hanya tentang menulis, tetapi tentang membangun koneksi, berbagi pengalaman, dan menciptakan sesuatu yang bisa berdampak bagi orang lain.
Selama perjalanan ngeblog, saya menyadari bahwa komunitas memainkan peran besar dalam perkembangan saya. Seiring dengan perkembangan dunia digital, komunitas blogger di Indonesia menghadapi tantangan untuk tetap relevan. Namun, ada satu hal yang membuat banyak blogger tetap bertahan, yaitu dukungan dari berbagai pihak, termasuk brand yang peduli terhadap industri kreatif digital.

ASUS menjadi salah satu brand yang secara konsisten mendukung komunitas blogger. Tidak hanya menghadirkan perangkat yang menunjang produktivitas, ASUS juga aktif mengadakan berbagai event, baik online maupun offline, seperti workshop, gathering, hingga lomba blog yang memberikan ruang bagi para blogger untuk berkembang. Lewat acara-acara ini, banyak blogger, termasuk saya, mendapat kesempatan untuk belajar lebih dalam tentang teknologi, tren digital, serta bagaimana membangun blog yang lebih profesional. Dukungan seperti ini tidak hanya membantu blogger tetap eksis di era yang terus berubah, tetapi juga memperkuat komunitas agar tetap solid dan terus berkembang.

Bertemu dengan komunitas blogger membuka banyak wawasan bagi saya. Lewat berbagai acara, saya belajar lebih dalam tentang strategi blogging, digital marketing, dan bagaimana membangun blog yang profesional. Di sinilah saya menyadari, perjalanan blogging bukan sekadar soal menulis, tetapi tentang koneksi dan pertumbuhan bersama.
Salah satu momen paling berkesan adalah ketika saya bertemu tim PR ASUS saat roadshow Palembang. Saya sadar bahwa saya tidak bisa berjalan sendirian. Saya membutuhkan lingkungan yang bisa membantu saya bertumbuh, berbagi wawasan, dan tetap termotivasi. Dan di situlah komunitas blogger memainkan peran besar.
Momen yang Mengubah Segalanya
Selain bertemu komunitas blogger, ada satu pengalaman yang benar-benar mengubah cara pandang saya tentang menulis. Sebuah email yang datang tiba-tiba membuktikan bahwa tulisan saya ternyata memiliki dampak nyata bagi orang lain. Suatu hari, saya menulis artikel tentang pengalaman berobat ke Penang. Saya menjelaskan prosedur, biaya, dan persiapan yang perlu dilakukan. Beberapa waktu kemudian, saya menerima email dari seseorang yang mengucapkan terima kasih.

“Tulisannya sangat membantu saya mempersiapkan perjalanan berobat untuk anggota keluarga saya. Tanpa artikel ini, mereka tidak tahu harus mulai dari mana.”
Saat membaca email itu, saya terdiam. Saya membaca email itu berulang kali. Orang ini, yang bahkan tidak saya kenal, telah menemukan jawaban hidupnya dari tulisan saya. Saat itu, saya menyadari satu hal ternyata blog ini bukan sekadar tempat saya bercerita, tetapi juga jembatan bagi mereka yang membutuhkan.
Blogging, Gandjel Rel, dan Masa Depan
Dunia digital akan terus berubah. Blogging mungkin tidak lagi sepopuler dulu, tetapi esensi dari sebuah cerita yang baik tidak akan pernah pudar. Blog mungkin berevolusi, tetapi ia tetap memiliki tempatnya bagi mereka yang mencari sesuatu yang lebih dari sekadar tren sesaat.
Seperti Gandjel Rel, menulis seperti bernafas bagi seorang blogger, dan teknologi mempercepat atau memperluas jangkauan tulisan. Kalau kamu pernah merasa blogmu tidak berkembang, kalau kamu pernah berpikir untuk berhenti, ingat saja blogging bukan tentang seberapa cepat kamu sukses, tetapi seberapa kuat kamu bertahan. Karena setiap tulisan yang kamu buat, bisa saja menjadi harapan bagi seseorang di luar sana.

Mungkin suatu hari nanti dunia blogging akan berubah lagi. Tapi saya tahu satu hal kalau selama ada cerita yang perlu diceritakan, selama ada satu orang di luar sana yang membutuhkan harapan maka saya akan terus menulis. Dan jejak yang baik, akan selalu menemukan pembacanya.
Apa tantangan terbesar yang kamu hadapi dalam blogging? Coba dong ceritakan di komentar.
***
Artikel ini diikutsertakan pada Lomba Blog 2015 ke 2025 Perjalanan Ngeblogku yang diadakan oleh Gandjel Rel.